CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »
THANKS FOR COMING IN MY BLOG

Pages

Senin, 15 Oktober 2012

cerpen lagi


KUTEMUKAN CINTAKU DI UJUNG GENTENG
           
“Prrraaaaaagggggggg …. “
Ku melempar gelas kaca yang berada digengamaku setelah mendengarkan pembicaraan antara Mariska dan Ivan.
Dengan  sigap mereka langsung berteriak “Alona …?
            “apa yang kamu lakukan ?” tanya Ivan padaku.
            “emang ini gelas belinya pake daun ?” bentak Mariska padaku.
            …..
Alona hanya bisa diam mendengar hujaman dari dua Managerya sekaligus pacar dan saudaranya hingga perasaan marahnya mulai memuncak dan tak bisa ia tahan lagi
            “STOP !!!! udah marahnya. Dengar ya Mariska, kamu ini hanya managerku. Semua uang yang kamu pegang itu adalah uangku dan barang-barang dirumah ini pun juga milikku jadi hak-hak aku mau aku apain nih barang-barang”
Mariska hanya bisa tertunduk malu dan tak terucap sepatah kata apapun dari mulutnya
            “dan kamu Ivan, aku itu udah capek atas semua perlakuanmu. Aku ini bukan hewan peliharaanmu yang bisa kamu jadikan budakmu. AKU INI PACAR KAMU !” bentakku pada mereka berdua yang membuatnya semakin kaget.
ku berlari meninggalkan mereka berdua tetapi Ivan mengejarku dari belakang. Lalu, ku menyelinap masuk kedalam kamar pribadiku dan ia pun menggedor-gedor pintu kamarku sambil meminta maaf. Tapi, ku terlanjur sakit hati sehingga tak mau membukakan pintu untuknya. Ku menangis semalam suntuk hingga mataku membengkak.
            “Non , bangun non. Ayo sarapan ! bibi sudah menyiapkan dan sudah ditunggu sama Tuan Ivan dan Non Mariska, bagaimana ?”
Aku hanya bisa diam dan mencoba membelalakan kedua mataku. Dan Bibi Asih mencoba terus menerus membujukku agar mau sarapan. Walaupun dia adalah seorang pembantu tetapi dia selalu hadir  membawa kebahagiaan dan menyemangati hari-hariku yang kelam ini.
            “kalau enggak mau makan ya sudah. Nanti kalau lapar pasti juga ke Dapur” celetuknya kasar padaku.
Bibi Asih mengelus-elus pundakku seperti memberikan isyarat agar sabar mendengar perkataan Mariska.
            “kalau tidak ada Bibi Asih mungkin dia sudah habis” kataku dalam hati.
            “mending Bibi ke dapur deh . kamu itu dibayar untuk apa? Untuk bersantai-santai ?” dengus Mariska pada bibi
            “lebih baik kamu diam !! tutup tuh mulut. Aku paling enggak suka kalau kamu berprilaku kasar sama Bibi Asih, dengar !” bentakku padanya
Lalu Mariska pergi menginggalkan kami berdua. Sebenarnya kalau aku mau, aku bisa memecatnya pergi dari hidupku. Tetapi, dia Saudaraku satu-satunya yang masih ada didalam bumi ini dan aku telah berjanji kepada Almarhumah orang tuanya untuk mengizinkan dia tinggal bersamaku.
***
            “Ctuk. .. ctuk.. ctukkk”
Suara keypad Smartphoneku terdengar dengan kerasnya sehingga memecahkan kesunyian pagi.
            “sayang, maafin aku ya ?” pinta Ivan padaku dengan polosnya.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman sinis padanya. Tetapi dia masih mencoba meminta maaf kepadaku. Lalu ia mengeluarkan setangkai mawar dari belakang tubuhnya dan bersimpuh dikaki ku dengan sigap ku memegang tangannya dan mengangkat tubuhnya bangun.
            “iya, aku maafin” jawabku lembut padanya.
Tiba-tiba dia membawa tubuhku kedalam dekapannya. Tanpa kusadari Mariska berada dibelakangku sedang memperhatikan gerak-gerik kami berdua. Lalu Ivan mengajakku untuk segera pergi menuju lokasi syuting. Ekspresi jutek Mariska terpancar dari wajah rupawannya. Aku mencium gelagat yang aneh dari mimic wajahnya, sepertinya dia tidak suka melihat kebahagianku bersama Ivan. Aku tak tahu ada hubungan apa antara Ivan dan Mariska ?
good !!!” teriak Pak Reymon dengan kencangnya. Dia adalah Produser Sinetron yang sedang ku bintangi saat ini.
Kami bertiga segera menuju kearah pak Reymon dan berjabat tangan denganya.
            “akhirnya kamu syuting juga Alona. Ayo buruan ganti baju dan take.” Sahutnya padaku.
Lalu aku dihampiri oleh lelaki yang bertubuh besar tetapi memiliki gerak tubuh yang gemulai dan diajaknya menuju ruang ganti baju. Ku memperhatikan gerak-gerik kedua Managerku dan Produser itu.
            “kerja yang bagus buat kalian berdua, ini tambahan komisi untuk luh, luh pada” kata pak Reymon sambil menyodorkan sejumlah uang kepada Ivan dan Mariska.
            “terima kasih, Pak. Itu bukan perkara yang sulit buat kita berdua.” Sahut Mariska
            yapps ,, benar sekali. Gadis lugu itu akan jadi pundi-pundi emas buat kita ,hhahaha” tambah Ivan.
Lalu aku datang memecahkan suasana gembira mereka dan semuanya langsung terdiam.
            “gimana bagus enggak say ?” ucapku pada Ivan menunjukkan pakaian yang sedang kukenakan.
            “bagus kok J” sahutnya dengan senyuman simpul.
            “ayo buruan take” seru para crew sinetronku
Aku segera bergegas menuju tempat scene pertamaku.
            “kamera !!! Rolling ‘n Action !” teriak Seorang Astrada atau Asistent Sutradara.
Lalu aku berlenggak – lenggok di depan kamera dengan penuh improvisasi dan gestur tubuh.
                        “cutttttt !!!” teriak Astrada itu lagi
                        good job , istirahat satu jam lalu buruan ke scene selanjutnya” tambahnya lagi.
                        “ini minumnya !” desis Mariska.
            “duduk sini sayang ?” ucap Ivan sambil menyodorkan tempat duduk kepadaku.
Aku mulai merasa ada yang aneh antara mereka berdua. Tetapi, aku berpikir mereka adalah orang-orang yang berarti dalam hidupku sekarang jadi aku tak boleh berprasangka buruk kepada mereka berdua.
~0o0~
            “Alooooonnnaaaaa … !!!!” teriak salah seseorang dari kejahuan
            “ayoo, kita kejarrrrr… !” ucap salah seorang temannya. Ternyata mereka adalah para fans-ku.
            “aaaalllll ……” teriak semua para penggemar-ku.
            “buruan kita lari !” ucap ivan sambil menarik erat tanganku dan Mariska
            “tapi gimana dengan mereka ?” kataku polos pada mereka berdua.
            “kamu gila apa enggak waras ? bentak Mariska.
            “bagus. Sekarang kita terjebak” ucap Ivan.
            “Alonaaaa… minta tanda tangannya dong.” Ucap salah seorang penggemarku sambil menyodorkan kertas dan bolpoin.
           
            “lihat tuh kelakuan pacarmu tercinta” dengus Mariska kepada Ivan.
            “sabar dong sayang, kan kamu juga pacarku” ucap Ivan lirih kepadanya.
Tiba-tiba mataku tertuju kearah Ivan dan Mariska, aku mulai merasa ada sesuatu yang aneh antara mereka berdua.
            “mereka kok mesra sekali ya” kataku dalam hati.
            “heyy ,, kak Alona ?? mana tanda tangannya ?” ucap salah seorang penggemarku.
            “iya, maaf.” Kataku sembari menulis di secarik kertas yang diberikan penggemarku tersebut.
            “terimakasih ya kak Alona J” seru para penggemarku bersamaan.
Para penggemarku pergi meninggalkanku sendiri bersama kedua Managerku.
            “kalian berdua kok aneh ya ?” ucapku jujur pada mereka berdua.
            “apanya yang aneh sayangku ?” tanya Ivan.
            “kamu tuh yang aneh bukan kita !” dengus Mariska.
            “kok aku ?”
            “seharusnya tadi itu kita lari ! kenapa kamu malah ngurusi para fans mu itu. Sudah dikejar deadline kita !” kata Mariska dengan nada tinggi.
            “daripada kalian berdua berantem mending kita segera ke lokasi selanjutnya” kata Ivan menengahi perdebatanku dan Mariska.
***
            “Bi, lagi sibuk tidak ?” tanyaku kepada Bibi Asih.
            “tidak non. Ada apa ?” jawab Bibi Asih sembari mengajukan pertanyaan.
            “Ivan sama Mariska ,bi” ucapku
            “Non, merasa ada yang aneh kan dengan mereka ?” kata Bibi memotong pembicaraanku.
            “iya . Aku juga merasa begitu. Bibi kok tahu ?” tanyaku kembali padanya.
            “maaf ya sebelumnya ,Non. dulu Bibi pernah melihat mereka berpelukan dan bicara dengan mesranya. Saya merasa ada hubungan yang lebih bukan seperti rekan kerja ,Non.”
Setelah mendengar perkataan Bibi yang seperti itu, jantungku terasa berhenti sejenak lalu memompa dengan kencangnya sehingga aku tak kuasa untuk menahannya dan semua benda yang berada didekatku ku hancurkan tak perduli benda-benda itu akan melukai tanganku atau tidak, tak perduli benda itu berguna atau tidak. “ PRAAAAAANNNGGGG ….”
Ivan dan Mariska datang menuju meja makan dan menghentikan tindakanku.
            “Alona.. BERHENTI !!” bentak Mariska dan Ivan.
            “Bibi ! kenapa dia seperti ini ? jawab aku atau kamu aku pecat !” tanya Ivan dengan kasarnya sambil mencengkram tangan kusut Bibi Asih.
Semua tubuhku telah dikendalikan oleh amarah sehingga aku tak dapat mengucapkan sepatah kata apapun dan aku hanya bisa menangis atas semuanya yang telah mereka lakukan termasuk juga perlakuan mereka kepada Bibi.
            “Bibi, maafkan Alona ,hiikkss,,hiiiikkss” pintaku dalam hati dengan bercucuran air mata.
tiba-tiba ada bayangan hitam yang menyelimuti mataku. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan diriku. Semuanya hilang sekejap. kemudian muncul aroma yang sangat menusuk dalam hidungku. Aku mencoba lari dari bayangan hitam tersebut.
            “Alona, bangun ?” ucap Ivan dengan lembut.
            “ PERGI KALIAN DARI SINI ! AKU ENGGAK PENGEN KETEMU SAMA KALIAN LAGI. PERGI !” bentakku sambil mendorong tubuh mereka keluar.
            “dia perlu dibawa ke psikiater deh . tingkahnya makin hari makin nggak waras !” kata Mariska pada Ivan.
            “tenang sayang, kita masih butuh dia. Sekarang mending kita senang-senang dulu” ucap Ivan dengan lirih sambil menarik tangan Mariska pergi manjauh.

            “aku harus pergi dari rumah ini” desahku lirih sambil melihat situasi di dalam kamar.
Layaknya detektif, aku mencoba mengendap-ngedap keluar dari rumah itu. Tiba-tiba ada sesosok yang menepuk pundakku dari belakang. Bulu kudukku pun mulai berdiri dan muncul keringat dingin ditubuhku. Ternyata sesosok itu adalah Pak Johan, dia adalah sopir pribadiku.
            “Non ??” kata pak Johan.
            “ya ampun ,Pak. bikin kaget aku saja” ucapku padanya.
            “Non, mau kabur ya ?” tanya pak Johan
Aku hanya bisa tertunduk diam.
            “ya sudah Bapak antarin yuk ?” tanya beliau lagi.
            “kemana pak ?” tanyaku
            “ikut Bapak saja. Saya perbihak kepada Non Alona kok bukan kepada dua iblis itu ,hehe” celetuk pak Johan.
Lalu ku bergegas meninggalkan rumahku dan menuju kedalam mobil untuk diantarakan kesuatu tempat yang dirahasiakan oleh pak Johan.
Hari pun telah berganti pagi. Saat ku membuka mata, aku sangat takjub akan melihat keindahan dunia ini dengan kesederhanaannya.
            “kita sudah tiba ,Non” ucap pak Johan.
            “dimana nih Pak? tanyaku padanya.
            “kita di desa Ujung Genteng” kata pak Johan.
            “Ujung Genteng ? kok namanya enggak familiar sih ?” tanyaku lagi padanya.
            “di daerah Sukabumi ,Non. Butuh perjalannya yang lama untuk samapi ditemapt ini, sekitar 6 – 7 jam”
            “gila jauh bener . rumah Bapak disini ya ?” tanyaku kembali.
            “tidak Non. Disini tempat tinggalnya Bibi Asih. Ayo turun.” Bujuk pak Johan padaku.
Saatku turun dari  mobil Honda jazz ku itu. Tiba-tiba
            “PAKKK JOHAN … !”
***
Butuh perjalanan yang sangat panjang dan lama untuk menuju ke desa Ujung Genteng itu belum lagi rumah Bibi Asih yang masih terpelosok dan jalannya udah becek enggak ada ojek lagi, haha.
            Bang ojek dong ?” suruhku pada lelaki yang aku tak mengenalinya. Tanpa sepengizinannya aku langsung menaiki motor bututnya.
            “apa-apaan sih ini ? emang kamu pikir aku ini tukang ojek ?” tanyanya dengan marah-marah sembari memegang erat tanganku agar ku menuruni motornya.
            la itu kamu nyadar” ucapku menyindir lelaki itu.
            “kurang ajar ya sampean ini !” bentaknya padaku.
            “bukannya ini Jawa Barat ? terus kenapa ngomongnya ke Jawa Timuran ? aneh !”
Lalu pak Johan menarik tanganku dan menengai perdebatanku dengan lelaki itu. Ternyata tanpa disangka-sangka lelaki yang ku kira tukang ojek itu adalah anak Bibi Asih. Yang bernama Awan Aku merasa tidak enak karena telah mencacinya sesuka hatiku. Aku mencoba meminta maaf tetapi lelaki itu tidak memaafku. Dia masih saja berkeras kepala walaupun sudah dibujuk Bibi Asih.
            “bagaimana ,Bi ?” tanyaku polos kepada Bibi Asih.
Bibi hanya menjawab dengan senyuman simpul lalu mencoba mengalihkan pembicaraan dan menenangkanku.

            Mentari malu-malu menampakkan sinar emasnya. Angin tak segan menghampiri. Langkahku semakin cepat menapaki lantai dirumah Bibi Asih . Canda tawa burung-burungpun ikut membaur dengan suasana yang apik itu. Tiba-tiba sorot mataku tertuju pada sesosok yang tengah bersantai di beranda rumah itu. Ternyata sesosok itu adalah Awan, saat melihat diriku ia memberanikan diri untunk bangkit dari persinggahannya dan pergi menjauhiku.
            “kamu mau kemana ?” tanyaku kepada Awan. Tetapi dia tak menjawab sepatah kata apapun. Ku dibuatnya malu dihadapannya.
            “hey, muka tembok !” ucapku jujur padanya sambil kebekap erat mulutku.
            “hey, cewek belagu’, tidak pernah diajarkan sopan santun ya kamu ?” bentaknya.
            “Awan ! jangan kurang ajar atu sama non Alona. Ibu tidak suka” ucap Bibi Asih padanya.
            “ya maaf atu bu. tapi dia kurang ajar sama saya” kata Awan padaku.
            “sekarang minta maaf  !“ bentak Bibi.
Dia menjabatkan tangannya kearahku tanda perdamaian. Aku tak tahu apa dia tulus berbaikan denganku atau hanya bermanis-manis saja didepan ibunya. Sesuai permintaan Bibi Asih, dia mengajakku pergi untuk melaut. Sepanjang perjalan ke pantai tak terucap sepatah kata apapun dari mulutnya. Hanya mulutku saja yang terus-terusan bertutur kata padanya. Layaknya seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Hingga emosinya memuncak mendengar ucapanku yang tak ada gunanya.
            “lebih baik kamu diam atau kamu pergi dari hadapanku ! ucapanya dengan nada membentak.
Mendengar perkataannya yang sekasar itu. Bola mataku mulai berkaca-kaca aku tak kuasa menahannya lalu aku memutuskan untuk pergi menjauh darinya. Aku mencoba mencari tempat yang tinggi untuk meluapakan segala emosiku ini dan mataku masih tetap mengalir bahkan semakin deras. Aku berteriak sekuat tenagaku tapi tak ada seseorangpun yang mendengar teriakanku kecuali ombak dan burung – burung yang berkicau. tubuhku mulai tidak seimbang , tiba – tiba  “brooooookkkkkkkkkkkk …”
Aku terjatuh, tanganku meraih sebuah ranting pohon yang bergantungan dipinggir lereng. Tetapi perlahan-lahan ranting itu mulai keropos tak ada seseorangpun yang mendengarku kecuali Awan. Dia menarik erat tanganku dan membopongku pulang kerumahnya.

Tanpa kusadari hari sudah pagi dan ternyata Awan semalam suntuk menjagaku. Dia rela tidur dikursi agar saat aku membutuhkan pertolongan dia bisa sigap menolongku. Aku mulai merasa ada yang spesial di dirinya. Hatiku serasa tak karuan saat bersamanya. Sudah 3 hari aku dirawatnya dan hubunganku dengannya makin membaik bahkan dia memberanikan diri untuk meminangku menjadi kekasihnya.
            “neng Alona mau tidak kamu menjadi kekasih abang Awan ?” tanya Awan padaku dengan cengengesan.
            “kamu serius ?” tanyaku padanya.
            “sangat .. sangat serius atu ,Neng” jawanya.
            “aku mau balik ke Jakarta !” ucapku padanya.
Dia hanya bisa termenung mendengar perkataanku yang seperti itu. Lalu ku pergi meninggalkannya dan Pak Johan pun sudah siap untuk mengantarkanku pulang ke Jakarta.
            “aku bakalan kembali Awan” ucapku didalam mobil.
Tanpaku sadari ternyata Awan mengejarku dari belakang. Sepertinya dia tak ikhlas jika aku pergi meninggalkannya begitu saja. Sebelum aku kembali pulang kerumah, aku memutuskan untuk pergi ke Pengacaraku untuk menjual semua asset-asetku termasuk rumahku.
Sesampaiku dirumah aku melihat pemandangan yang membuat hatiku semakin yakin untuk meninggalkan kedua managerku itu.
            “waaww… keren” teriakku dengan nada menyindir.
            “ini tidak seperti yang kamu lihat sayang. Saudaramu ini enggak tahu malu, main peluk – peluk pacar orang segala. Kamu dari mana saja ?” ucap Ivan sambil melepaskan dirinya dari pelukan Mariska.
            “bukan aku kamu kali!” bentak Mariska pada Ivan.
            “aktingnya sudah selesai. Waw, hebat yang seharusnya jadi artis itu kalian bukan aku kayaknya” ucapku dengan nada menyindir.
            “sayang maafkan aku” pinta Ivan dan Mariska kepadaku sambil bersimpuh dihadapanku. Itulah senjata yang selalu dia gunakan untuk menindasku tetapi kali ini semuanya itu sudah tak ada gunanya.
            “sudah tidak ada gunanya lagi kalian melakukan itu. Semua asetku sudah aku jual dan aku sudah tidak butuh kalian lagi. Mending kalian pergi dari rumah ini sebelum polisi menendang kalian dari sini” ucapku pada mereka berdua.
Setelah mendengar perkataanku yang seperti itu mereka berdua pingsan. Lalu ku bergegas kembali ke desa Ujung Genteng untuk meminta maaf kepada Awan. Aku mencoba menjelaskan semua tetapi dia tak mau mendengarnya. Lalu Awan menarik erat tanganku hingga ku tak dapat berkelit. Dibawanya aku ke pesisir pantai lalu ternyata dia menyatakan cinta untuk yang kedua kalinya dan aku menerimanya. Dan akhirnya aku hidup bahagia di desa Ujung Genteng bersamanya dan Bibi Asih.
~THE END~

fotografi


fotografi