KUTEMUKAN CINTAKU DI UJUNG GENTENG
“Prrraaaaaagggggggg
…. “
Ku
melempar gelas kaca yang berada digengamaku setelah mendengarkan pembicaraan
antara Mariska dan Ivan.
Dengan sigap mereka langsung berteriak “Alona …?
“apa yang kamu lakukan ?” tanya Ivan
padaku.
“emang ini gelas belinya pake daun ?” bentak Mariska padaku.
…..
Alona
hanya bisa diam mendengar hujaman dari dua Managerya sekaligus pacar dan
saudaranya hingga perasaan marahnya mulai memuncak dan tak bisa ia tahan lagi
“STOP !!!! udah marahnya. Dengar ya Mariska, kamu ini hanya managerku. Semua
uang yang kamu pegang itu adalah uangku dan barang-barang dirumah ini pun juga
milikku jadi hak-hak aku mau aku apain nih
barang-barang”
Mariska
hanya bisa tertunduk malu dan tak terucap sepatah kata apapun dari mulutnya
“dan kamu Ivan, aku itu udah capek atas semua perlakuanmu. Aku
ini bukan hewan peliharaanmu yang bisa kamu jadikan budakmu. AKU INI PACAR KAMU
!” bentakku pada mereka berdua yang membuatnya semakin kaget.
ku
berlari meninggalkan mereka berdua tetapi Ivan mengejarku dari belakang. Lalu,
ku menyelinap masuk kedalam kamar pribadiku dan ia pun menggedor-gedor pintu
kamarku sambil meminta maaf. Tapi, ku terlanjur sakit hati sehingga tak mau
membukakan pintu untuknya. Ku menangis semalam suntuk hingga mataku membengkak.
“Non , bangun non. Ayo sarapan !
bibi sudah menyiapkan dan sudah ditunggu sama Tuan Ivan dan Non Mariska,
bagaimana ?”
Aku
hanya bisa diam dan mencoba membelalakan kedua mataku. Dan Bibi Asih mencoba
terus menerus membujukku agar mau sarapan. Walaupun dia adalah seorang pembantu
tetapi dia selalu hadir membawa
kebahagiaan dan menyemangati hari-hariku yang kelam ini.
“kalau enggak mau makan ya sudah. Nanti kalau lapar pasti juga ke Dapur”
celetuknya kasar padaku.
Bibi
Asih mengelus-elus pundakku seperti memberikan isyarat agar sabar mendengar
perkataan Mariska.
“kalau tidak ada Bibi Asih mungkin
dia sudah habis” kataku dalam hati.
“mending Bibi ke dapur deh . kamu itu dibayar untuk apa? Untuk
bersantai-santai ?” dengus Mariska pada bibi
“lebih baik kamu diam !! tutup tuh mulut. Aku paling enggak suka kalau kamu berprilaku kasar
sama Bibi Asih, dengar !” bentakku padanya
Lalu
Mariska pergi menginggalkan kami berdua. Sebenarnya kalau aku mau, aku bisa
memecatnya pergi dari hidupku. Tetapi, dia Saudaraku satu-satunya yang masih
ada didalam bumi ini dan aku telah berjanji kepada Almarhumah orang tuanya
untuk mengizinkan dia tinggal bersamaku.
***
“Ctuk. .. ctuk.. ctukkk”
Suara
keypad Smartphoneku terdengar dengan kerasnya
sehingga memecahkan kesunyian pagi.
“sayang, maafin aku ya ?” pinta Ivan
padaku dengan polosnya.
Aku
hanya membalasnya dengan senyuman sinis padanya. Tetapi dia masih mencoba
meminta maaf kepadaku. Lalu ia mengeluarkan setangkai mawar dari belakang
tubuhnya dan bersimpuh dikaki ku dengan sigap ku memegang tangannya dan
mengangkat tubuhnya bangun.
“iya, aku maafin” jawabku lembut
padanya.
Tiba-tiba
dia membawa tubuhku kedalam dekapannya. Tanpa kusadari Mariska berada
dibelakangku sedang memperhatikan gerak-gerik kami berdua. Lalu Ivan mengajakku
untuk segera pergi menuju lokasi syuting. Ekspresi jutek Mariska terpancar dari wajah rupawannya. Aku mencium gelagat
yang aneh dari mimic wajahnya, sepertinya dia tidak suka melihat kebahagianku
bersama Ivan. Aku tak tahu ada hubungan apa antara Ivan dan Mariska ?
“good !!!” teriak Pak Reymon dengan
kencangnya. Dia adalah Produser Sinetron yang sedang ku bintangi saat ini.
Kami
bertiga segera menuju kearah pak Reymon dan berjabat tangan denganya.
“akhirnya kamu syuting juga Alona.
Ayo buruan ganti baju dan take.” Sahutnya
padaku.
Lalu
aku dihampiri oleh lelaki yang bertubuh besar tetapi memiliki gerak tubuh yang
gemulai dan diajaknya menuju ruang ganti baju. Ku memperhatikan gerak-gerik
kedua Managerku dan Produser itu.
“kerja yang bagus buat kalian
berdua, ini tambahan komisi untuk luh,
luh pada” kata pak Reymon sambil menyodorkan sejumlah uang kepada Ivan dan
Mariska.
“terima kasih, Pak. Itu bukan
perkara yang sulit buat kita berdua.” Sahut Mariska
“yapps
,, benar sekali. Gadis lugu itu akan jadi pundi-pundi emas buat kita
,hhahaha” tambah Ivan.
Lalu
aku datang memecahkan suasana gembira mereka dan semuanya langsung terdiam.
“gimana bagus enggak say ?” ucapku pada Ivan menunjukkan pakaian yang sedang kukenakan.
“bagus kok J”
sahutnya dengan senyuman simpul.
“ayo buruan take” seru para crew sinetronku
Aku
segera bergegas menuju tempat scene pertamaku.
“kamera !!! Rolling ‘n Action !” teriak Seorang Astrada atau Asistent
Sutradara.
Lalu
aku berlenggak – lenggok di depan kamera dengan penuh improvisasi dan gestur tubuh.
“cutttttt !!!” teriak
Astrada itu lagi
“good job , istirahat satu jam lalu buruan ke scene selanjutnya” tambahnya lagi.
“ini
minumnya !” desis Mariska.
“duduk sini sayang ?” ucap Ivan
sambil menyodorkan tempat duduk kepadaku.
Aku
mulai merasa ada yang aneh antara mereka berdua. Tetapi, aku berpikir mereka
adalah orang-orang yang berarti dalam hidupku sekarang jadi aku tak boleh
berprasangka buruk kepada mereka berdua.
~0o0~
“Alooooonnnaaaaa … !!!!” teriak
salah seseorang dari kejahuan
“ayoo, kita kejarrrrr… !” ucap salah
seorang temannya. Ternyata mereka adalah para fans-ku.
“aaaalllll ……” teriak semua para penggemar-ku.
“buruan kita lari !” ucap ivan
sambil menarik erat tanganku dan Mariska
“tapi gimana dengan mereka ?” kataku polos pada mereka berdua.
“kamu gila apa enggak waras ? bentak Mariska.
“bagus. Sekarang kita terjebak” ucap
Ivan.
“Alonaaaa… minta tanda tangannya
dong.” Ucap salah seorang penggemarku sambil menyodorkan kertas dan bolpoin.
…
“lihat tuh kelakuan pacarmu tercinta” dengus Mariska kepada Ivan.
“sabar dong sayang, kan kamu juga
pacarku” ucap Ivan lirih kepadanya.
Tiba-tiba
mataku tertuju kearah Ivan dan Mariska, aku mulai merasa ada sesuatu yang aneh
antara mereka berdua.
“mereka kok mesra sekali ya” kataku
dalam hati.
“heyy ,, kak Alona ?? mana tanda
tangannya ?” ucap salah seorang penggemarku.
“iya, maaf.” Kataku sembari menulis
di secarik kertas yang diberikan penggemarku tersebut.
“terimakasih ya kak Alona J”
seru para penggemarku bersamaan.
Para
penggemarku pergi meninggalkanku sendiri bersama kedua Managerku.
“kalian berdua kok aneh ya ?” ucapku
jujur pada mereka berdua.
“apanya yang aneh sayangku ?” tanya
Ivan.
“kamu tuh yang aneh bukan kita !” dengus Mariska.
“kok aku ?”
“seharusnya tadi itu kita lari !
kenapa kamu malah ngurusi para fans mu itu. Sudah dikejar deadline kita !” kata Mariska dengan
nada tinggi.
“daripada kalian berdua berantem
mending kita segera ke lokasi selanjutnya” kata Ivan menengahi perdebatanku dan
Mariska.
***
“Bi, lagi sibuk tidak ?” tanyaku
kepada Bibi Asih.
“tidak non. Ada apa ?” jawab Bibi
Asih sembari mengajukan pertanyaan.
“Ivan sama Mariska ,bi” ucapku
“Non, merasa ada yang aneh kan
dengan mereka ?” kata Bibi memotong pembicaraanku.
“iya . Aku juga merasa begitu. Bibi
kok tahu ?” tanyaku kembali padanya.
“maaf ya sebelumnya ,Non. dulu Bibi
pernah melihat mereka berpelukan dan bicara dengan mesranya. Saya merasa ada
hubungan yang lebih bukan seperti rekan kerja ,Non.”
Setelah
mendengar perkataan Bibi yang seperti itu, jantungku terasa berhenti sejenak
lalu memompa dengan kencangnya sehingga aku tak kuasa untuk menahannya dan
semua benda yang berada didekatku ku hancurkan tak perduli benda-benda itu akan
melukai tanganku atau tidak, tak perduli benda itu berguna atau tidak. “
PRAAAAAANNNGGGG ….”
Ivan
dan Mariska datang menuju meja makan dan menghentikan tindakanku.
“Alona.. BERHENTI !!” bentak Mariska
dan Ivan.
“Bibi ! kenapa dia seperti ini ?
jawab aku atau kamu aku pecat !” tanya Ivan dengan kasarnya sambil mencengkram
tangan kusut Bibi Asih.
Semua
tubuhku telah dikendalikan oleh amarah sehingga aku tak dapat mengucapkan
sepatah kata apapun dan aku hanya bisa menangis atas semuanya yang telah mereka
lakukan termasuk juga perlakuan mereka kepada Bibi.
“Bibi, maafkan Alona
,hiikkss,,hiiiikkss” pintaku dalam hati dengan bercucuran air mata.
tiba-tiba
ada bayangan hitam yang menyelimuti mataku. Aku tak tahu apa yang sedang
terjadi dengan diriku. Semuanya hilang sekejap. kemudian muncul aroma yang
sangat menusuk dalam hidungku. Aku mencoba lari dari bayangan hitam tersebut.
“Alona, bangun ?” ucap Ivan dengan
lembut.
“ PERGI KALIAN DARI SINI ! AKU ENGGAK PENGEN KETEMU SAMA KALIAN LAGI.
PERGI !” bentakku sambil mendorong tubuh mereka keluar.
“dia perlu dibawa ke psikiater deh . tingkahnya makin hari makin nggak waras !” kata Mariska pada Ivan.
“tenang sayang, kita masih butuh
dia. Sekarang mending kita senang-senang dulu” ucap Ivan dengan lirih sambil
menarik tangan Mariska pergi manjauh.
“aku harus pergi dari rumah ini”
desahku lirih sambil melihat situasi di dalam kamar.
Layaknya
detektif, aku mencoba mengendap-ngedap keluar dari rumah itu. Tiba-tiba ada
sesosok yang menepuk pundakku dari belakang. Bulu kudukku pun mulai berdiri dan
muncul keringat dingin ditubuhku. Ternyata sesosok itu adalah Pak Johan, dia
adalah sopir pribadiku.
“Non ??” kata pak Johan.
“ya ampun ,Pak. bikin kaget aku
saja” ucapku padanya.
“Non, mau kabur ya ?” tanya pak
Johan
Aku
hanya bisa tertunduk diam.
“ya sudah Bapak antarin yuk ?” tanya beliau lagi.
“kemana pak ?” tanyaku
“ikut Bapak saja. Saya perbihak
kepada Non Alona kok bukan kepada dua iblis itu ,hehe” celetuk pak Johan.
Lalu
ku bergegas meninggalkan rumahku dan menuju kedalam mobil untuk diantarakan
kesuatu tempat yang dirahasiakan oleh pak Johan.
Hari
pun telah berganti pagi. Saat ku membuka mata, aku sangat takjub akan melihat
keindahan dunia ini dengan kesederhanaannya.
“kita sudah tiba ,Non” ucap pak
Johan.
“dimana nih Pak? tanyaku padanya.
“kita di desa Ujung Genteng” kata
pak Johan.
“Ujung Genteng ? kok namanya enggak familiar sih ?” tanyaku lagi padanya.
“di daerah Sukabumi ,Non. Butuh
perjalannya yang lama untuk samapi ditemapt ini, sekitar 6 – 7 jam”
“gila jauh bener . rumah Bapak disini ya ?” tanyaku kembali.
“tidak Non. Disini tempat tinggalnya
Bibi Asih. Ayo turun.” Bujuk pak Johan padaku.
Saatku
turun dari mobil Honda jazz ku itu. Tiba-tiba
“PAKKK JOHAN … !”
***
Butuh
perjalanan yang sangat panjang dan lama untuk menuju ke desa Ujung Genteng itu
belum lagi rumah Bibi Asih yang masih terpelosok dan jalannya udah becek enggak ada ojek lagi, haha.
Bang ojek dong ?” suruhku pada
lelaki yang aku tak mengenalinya. Tanpa sepengizinannya aku langsung menaiki
motor bututnya.
“apa-apaan sih ini ? emang kamu pikir
aku ini tukang ojek ?” tanyanya dengan marah-marah sembari memegang erat
tanganku agar ku menuruni motornya.
“ la itu kamu nyadar” ucapku menyindir lelaki itu.
“kurang ajar ya sampean ini !” bentaknya padaku.
“bukannya ini Jawa Barat ? terus
kenapa ngomongnya ke Jawa Timuran ? aneh !”
Lalu
pak Johan menarik tanganku dan menengai perdebatanku dengan lelaki itu.
Ternyata tanpa disangka-sangka lelaki yang ku kira tukang ojek itu adalah anak
Bibi Asih. Yang bernama Awan Aku merasa tidak enak karena telah mencacinya
sesuka hatiku. Aku mencoba meminta maaf tetapi lelaki itu tidak memaafku. Dia
masih saja berkeras kepala walaupun sudah dibujuk Bibi Asih.
“bagaimana ,Bi ?” tanyaku polos
kepada Bibi Asih.
Bibi
hanya menjawab dengan senyuman simpul lalu mencoba mengalihkan pembicaraan dan
menenangkanku.
Mentari malu-malu menampakkan sinar
emasnya. Angin tak segan menghampiri. Langkahku semakin cepat menapaki lantai
dirumah Bibi Asih . Canda tawa burung-burungpun ikut membaur dengan suasana
yang apik itu. Tiba-tiba sorot mataku tertuju pada sesosok yang tengah
bersantai di beranda rumah itu. Ternyata sesosok itu adalah Awan, saat melihat
diriku ia memberanikan diri untunk bangkit dari persinggahannya dan pergi
menjauhiku.
“kamu mau kemana ?” tanyaku kepada
Awan. Tetapi dia tak menjawab sepatah kata apapun. Ku dibuatnya malu
dihadapannya.
“hey, muka tembok !” ucapku jujur
padanya sambil kebekap erat mulutku.
“hey, cewek belagu’, tidak pernah
diajarkan sopan santun ya kamu ?” bentaknya.
“Awan ! jangan kurang ajar atu sama non Alona. Ibu tidak suka” ucap
Bibi Asih padanya.
“ya maaf atu bu. tapi dia kurang ajar sama saya” kata Awan padaku.
“sekarang minta maaf !“ bentak Bibi.
Dia
menjabatkan tangannya kearahku tanda perdamaian. Aku tak tahu apa dia tulus
berbaikan denganku atau hanya bermanis-manis saja didepan ibunya. Sesuai
permintaan Bibi Asih, dia mengajakku pergi untuk melaut. Sepanjang perjalan ke
pantai tak terucap sepatah kata apapun dari mulutnya. Hanya mulutku saja yang
terus-terusan bertutur kata padanya. Layaknya seperti tong kosong yang nyaring
bunyinya. Hingga emosinya memuncak mendengar ucapanku yang tak ada gunanya.
“lebih baik kamu diam atau kamu
pergi dari hadapanku ! ucapanya dengan nada membentak.
Mendengar
perkataannya yang sekasar itu. Bola mataku mulai berkaca-kaca aku tak kuasa menahannya
lalu aku memutuskan untuk pergi menjauh darinya. Aku mencoba mencari tempat
yang tinggi untuk meluapakan segala emosiku ini dan mataku masih tetap mengalir
bahkan semakin deras. Aku berteriak sekuat tenagaku tapi tak ada seseorangpun
yang mendengar teriakanku kecuali ombak dan burung – burung yang berkicau.
tubuhku mulai tidak seimbang , tiba – tiba
“brooooookkkkkkkkkkkk …”
Aku
terjatuh, tanganku meraih sebuah ranting pohon yang bergantungan dipinggir
lereng. Tetapi perlahan-lahan ranting itu mulai keropos tak ada seseorangpun
yang mendengarku kecuali Awan. Dia menarik erat tanganku dan membopongku pulang
kerumahnya.
Tanpa
kusadari hari sudah pagi dan ternyata Awan semalam suntuk menjagaku. Dia rela
tidur dikursi agar saat aku membutuhkan pertolongan dia bisa sigap menolongku.
Aku mulai merasa ada yang spesial di dirinya. Hatiku serasa tak karuan saat
bersamanya. Sudah 3 hari aku dirawatnya dan hubunganku dengannya makin membaik
bahkan dia memberanikan diri untuk meminangku menjadi kekasihnya.
“neng Alona mau tidak kamu menjadi
kekasih abang Awan ?” tanya Awan padaku dengan cengengesan.
“kamu serius ?” tanyaku padanya.
“sangat .. sangat serius atu ,Neng” jawanya.
“aku mau balik ke Jakarta !” ucapku
padanya.
Dia
hanya bisa termenung mendengar perkataanku yang seperti itu. Lalu ku pergi
meninggalkannya dan Pak Johan pun sudah siap untuk mengantarkanku pulang ke
Jakarta.
“aku bakalan kembali Awan” ucapku
didalam mobil.
Tanpaku
sadari ternyata Awan mengejarku dari belakang. Sepertinya dia tak ikhlas jika
aku pergi meninggalkannya begitu saja. Sebelum aku kembali pulang kerumah, aku
memutuskan untuk pergi ke Pengacaraku untuk menjual semua asset-asetku termasuk
rumahku.
Sesampaiku
dirumah aku melihat pemandangan yang membuat hatiku semakin yakin untuk
meninggalkan kedua managerku itu.
“waaww… keren” teriakku dengan nada
menyindir.
“ini tidak seperti yang kamu lihat
sayang. Saudaramu ini enggak tahu
malu, main peluk – peluk pacar orang segala. Kamu dari mana saja ?” ucap Ivan
sambil melepaskan dirinya dari pelukan Mariska.
“bukan aku kamu kali!” bentak
Mariska pada Ivan.
“aktingnya sudah selesai. Waw, hebat
yang seharusnya jadi artis itu kalian bukan aku kayaknya” ucapku dengan nada
menyindir.
“sayang maafkan aku” pinta Ivan dan
Mariska kepadaku sambil bersimpuh dihadapanku. Itulah senjata yang selalu dia
gunakan untuk menindasku tetapi kali ini semuanya itu sudah tak ada gunanya.
“sudah tidak ada gunanya lagi kalian
melakukan itu. Semua asetku sudah aku jual dan aku sudah tidak butuh kalian
lagi. Mending kalian pergi dari rumah ini sebelum polisi menendang kalian dari
sini” ucapku pada mereka berdua.
Setelah
mendengar perkataanku yang seperti itu mereka berdua pingsan. Lalu ku bergegas
kembali ke desa Ujung Genteng untuk meminta maaf kepada Awan. Aku mencoba
menjelaskan semua tetapi dia tak mau mendengarnya. Lalu Awan menarik erat
tanganku hingga ku tak dapat berkelit. Dibawanya aku ke pesisir pantai lalu
ternyata dia menyatakan cinta untuk yang kedua kalinya dan aku menerimanya. Dan
akhirnya aku hidup bahagia di desa Ujung Genteng bersamanya dan Bibi Asih.
~THE END~
