Ini Jemberku ,
mana Jembermu ?
Jember adalah sebuah kota yang mungkin bisa dibilang
kota yang letaknya paling ujung jawatimur nomor 2 setelah banyuwangi. Kota yang
sangat jauh dari kota kelahiran saya yaitu nganjuk. Butuh waktu 7 jam untuk
sampai di kota ini. Dahulu saya memandang jember sebagai kota yang lumayan
besar dan kece mungkin karena kota Nganjuk itu kecil jadi setelah saya di ajak
liburan oleh keluarga ke jember jadi saya berpikiran seperti itu. Seinget saya
dulu, saya sudah 2 kali pergi ke jember dan pemikiran saya yang pertama adalah
capek dan tidak ingin mengulang lagi. Yang pertama saya pergi menggunakan mobil
dan benar-benar kerasa capeknya dan yang paling kerasa itu di bagian pantat. Sedangkan
yang kedua saya kembali kesini lagi via kereta api yang saya ingat dulu adalah
boring dan capek lagi pastinya lalu tapi ada suatu yang unik yang tidak saya
temukan ketika pergi ke surabaya atau
jogja via kereta api yaitu setelah lepas dari kota surabaya dulu banyak
saya temukan penjual sate kerang yang mondar-mandir mulai dari sidoarjo ,
pasuruan , lumajang, probolinggo hingga jember. Tapi saat saya kembali lagi
sekarang saya sudah tak menemukan itu lagi dan suasana kereta menjadi sepi
berbeda dari dulu.
Saat liburan yang ke 2 saya, ketika saya melewati
semanggi saya merasa takjub karena “kok bisa di tengah kota ada gunung” pikir
saya jaman dulu, maklum masih kecil dan agak ndeso lalu besoknya saya diajak keliling jember sama kakak2 saya.
Dibawalah saya ke Universitas Jember akhirnya muncul lagi sikap kampunganku
ketika melihat Unej merasa waw dan
timbul pemikiran “ternyata kampus begini ya ? luas seperti hutan dan tempat
kuliah satu dan yang lain berbeda-beda bahkan jauh. Lalu dikenalkan lah saya dengan
yang namanya cilok . di Nganjuk tidak
ada yang namanya cilok tapi pentol atau
bakso jadi ngerasa bingung “makanan apa coba ini, apa bedanya sama baso ?” lalu
juga dikenalin yang namanya kos-kosan dan mulai saat itu saya beranggapan
“Jember itu kota kos-kosan karena hampir bahkan semua rumah yang di Jalan Jawa
itu merupakan kos-kosan”. Lalu wisata yang kedua yang kudatangi saat itu adalah
alun-alun jember dari situ saya mulai memandang bahwa jember itu kota yang
indah dan menarik. Dan berharap nanti kalau sudah besar bisa jejajah kota ini.
Akhirnya saya sampai pada titik dimana saya harus
hidup di kota jember. Disini saya mulai belajar dengan bagaimana cara
beradaptasi dengan banyak orang yang saya jumpai disini yang paling kental
adalah budaya maduranya. Dan mulai menyimpulkan bahwa Jember itu kota
percampuran antara Jawa dan Madura. Di jember ini saya juga menemukan banyak
wisata yang menarik dan mungkin bisa dibilang mengagumkan. Mulai dari lautnya,
gunungnya, perkebunannya dll. Jadi saya juga beranggapan bahwa Jember itu bisa
dibuat sebagai salah satu Destinasi wisata yang cukup menjanjikan. Disini saya
juga menemui banyak makanan murah bahkan lebih murah dari kota saya namun hanya
sekitar di daerah kampus tapi saat menuju ke tengah kota dari mulai jalan Gajah
mada harganya sangat jauh dikatakan murah. Jadi kesimpulan saya adalah jember
itu tempatnya makanan murah dan makanan mahal bagi anak kuliahan. Jember itu
katanya kota besar tapi kenapa di jember ini tidak ada mall, tapi jember itu
bukan kota kecil juga karena banyak makanan mahal.
Yang paling hebat di jember itu adanya suatu
pertunjukan tahunan yang kreatif dan yang bisa membawa jember semakin dikenal
oleh kota-kota lain di Indonesia bahkan Internasional yaitu JFC (Jember
Festival Carnival) yang bukan hanya sekedar karnaval biasa. Menurut saya
karnaval ini bisa dibilang karnaval yang luar biasa bagusnya dilihat dari segi
pakaian dan dandannya sangat totalitas sekali. Bukan hanya JFC saja yang bisa
dibanggakan tapi ada juga lomba marching band internasional. Jadi jember itu
bisa dibilang kotanya orang-orang kreatif. Terlepas dari sejarahnya maupun
wisatanya kesimpulan dari ceritaku diatas yang pasti jember
adalah kota dimana aku akan meraih gelar Sarjana Terapan Gizi, amin J Inilah ceritaku tentang jember , mana
cerita kalian ?

0 komentar:
Posting Komentar