CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »
THANKS FOR COMING IN MY BLOG

Pages

Sabtu, 15 September 2012

Cerpen


 AYAH MENGAPA AKU BERBEDA
farradiba

Senja telah datang menapaki tahtahnya ,menunjukkan keagungan sang malam. Tapi aku masih terus mengais sisa – sisa bak kotor sampah untuk mencari sesuatu yang berguna yang dapat aku jual. Aku ini hanyalah seorang gadis cilik anak seorang pemulung yang tak tahu apa-apa akan hidup ini, gadis polos yang selalu berusaha untuk mencari keadilan. Keadilan bukan karena terjerat masalah hukum, tapi keadilan untuk sekolah. Walaupun aku hanya seorang anak pemulung tapi aku ingin bisa merasakan indahnya bermain , belajar , bercanda gurau dengan teman – teman sebayaku.
          “karunia .. karunia ! nak kamu dimana ?” teriak sesosok laki-laki dipertigaan kompleks.
Ternyata laki – laki itu adalah ayahku. Dia sayang sekali sama aku tapi aku merasa takut dengan dia.
          “iya ayah” jawabku dengan ketakutan                         
          “kamu darimana saja ? ayah khawatir…
          “maaf yah, aku lagi keasyikan kerja sampai lupa kalau hari sudah malam J” jawabku cengengesan.
Lalu ayah meng-gandeng erat tanganku  bergegas meninggalkan kompleks perumahan mewah lalu menuju kesebuah kompleks kumuh, yaitu rumah kita. Walaupun kumuh aku merasa nyaman tinggal disana karena aku bisa bermain bersama teman – teman sebayaku
tanpa membeda-bedakan ras golongan masyarakat.
***
Bulan mulai berganti dengan matahari menyinari jagad raya. Tepat pukul 4 pagi aku terbangun dari tidur lelapku dan mulai melakukan aktivitas seperti biasa membersihkan rumah , menyapu halaman ,menyiapkan makanan untuk ayah dan aku , lalu berangkat memulung .
Itulah tugas yang selalu aku lakukan setiap hari, aku tak pernah mengeluh akan tugasku tersebut karena almarhum ibuku pernah berpesan “nak, jika ibu pergi jagalah ayahmu. Bahagiakanlah dia seperti ibu membahagiakanmu walau hanya dengan secuil kasih sayang. Jangan pernah buat air matanya mengalir dan kamu harus tetap rajin belajar walaupun ayah tak mengizinkanmu nak.”
Itu lah pesan terakhir ibuku. walaupun aku baru berusia 9 tahun perlahan-lahan aku telah mengerti arti hidup ini. Ibu telah mengajari aku arti hidup ini sesungguhnya , ketangguhan , ketabahan, dan masih banyak lagi yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.

          “ini nak uangnya” menyulurkan sejumlah uang hasil pekerjaan memulungku.
          “terima kasih paman” sahutku lemah lembut sambil mengulurkan tangan mengambil uang tersebut.
          “kamu tidak sekolah nak?” tanyaku
Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum simpul kepada paman Hasan.
          “kenapa Ni?” tatapan matanya tajam kepadaku
          “ayah belum punya uang paman” jawabku polos
Lalu paman Hasan mengelus kepalaku dengan penuh kelembutan bagaikan belaian ayah dan anaknya dan dia berkata
          “sabar, keponakanku sayang. Kenapa kamu tidak ikut sekolah gratis yang disediakan para mahasiswa dikampung kamu nak?” tanyanya lagi
          “tidak paman ! kata ayah kalau aku sekolah kita tidak bisa makan lagi dan sekolah tidak akan bisa merubah hidup kita berdua”
Paman tak dapat lagi berucap sepatah kata untukku, lalu aku pergi meninggalkannya yang masih tegak berdiri layaknya patung.
Lalu aku berlari sekuat tenagaku menuju ke sebuah bangunan besar yang megah dan disitu terdapat banyak anak-anak yang sebayaku, bangunan itu adalah sekolah. Aku pergi kesana bukan untuk sekolah melainkan untuk memulung, tapi setelah pekerjaanku selesai aku mengintip melalui daun jendela kelas itu untuk mengikuti pelajaran. Aku mengendap-ngendap seperti detektif . soalnya kalau ketahuan satpam sekolah aku pasti akan diusir dan tidak boleh memulung disitu lagi dan pasti ayah akan marah padaku karena telah berbohong kepadanya.
          “ayah, maafkan Nia” pintaku dalam hati
Aku memerhatikan dengan seksama semua penjelasan sang guru. Saat ini pelajaran matematika, pelajaran yang paling aku gemari karena pelajaran ini hanya membutuhkan logika. Sejak kecil aku sudah diajari pelajaran matematika oleh ibu karena dulu ibu pernah berjualan es goder dan aku membantunya secara tidak langsung beliau mengajariku berhitung.

          “anak – anak sekarang waktunya pelajaran berhitung. Kalian sekarang sudah kelas 3 jadi bab nya sekarang adalah perkalian. Sekarang kalian sudah siap?” Tanya seorang guru yang berparas cantik itu kepada murid-muridnya.
Tak ada satupun siswa yang menjawab pertanyaan guru tersebut.
Lalu guru itu mulai memberikan contoh dan 5 buah soal kepada muridnya.
Aku dari balik jendela hanya mendengarkan dengan seksama penjelasan guru tersebut lalu mulai menjawab pertanyaannya.
          “siapa yang bisa 3 x 4 itu berapa ?” Tanya guru itu dengan penuh kasih sayang
Mereka pun tetap tidak menjawab sepatah kata apapun. Aku yang dari jauh memerhatikan mulai jengkel tapi guru itu tetap bisa tersenyum dengan penuh kelembutannya.
          “Nita kamu bisa?”
Gadis yang bernama Nita tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya.
          “Syifa ? Adit ? Anto ?”
Gelagat mereka sama, hanya bisa menggelengkan kepala.
          “ya sudah ibu jelaskan lagi, kalian perhatikan ya nak ?” guru itu masih bisa bersikap lembut.

Bel sekolah pun berakhir, aku bergegas meninggalkan sekolah itu lalu pulang kerumah sambil membawa hasil 3 kardus Aqua , dan 20 tumpuk gelas minuman gelas.
Saat aku berlari aku menabrak seseorang yang juga berlari tikungan jalan kompleks mewah tersebut. Tenyata seseorang yang bertubuh tegap itu adalah ayahku.
          “ya Allah, Nia ? kamu darimana nak ?” Tanya ayah khawatir padaku.
          “daaaaarrrriii …” jawabku gugup
          “darimana sayang ?” lalu ayah mengangkat tubuh mungilku ini keatas “menggendong
          “dari situ yah , habis mengambil kardus dan gelas plastik” jawabku
          “ya sudah kita pulang yuk” sahut ayah
          “ayah.. maafkan Nia” kataku dalam lubuk hati paling dalam. Lalu aku tersenyum simpul pada ayah.
Saat perjalanan pulang aku merasa bahagia karena sepanjang perjalanan kita berdua menyanyi lagu kesukaanku yaitu anak kambing saya tapi liriknya banyak yang dirubah oleh ayah. “ayahku memang kreatif” pujiku dalam hati
          “mana dimana anak tersayang ayah ?” Tanya ayah dengan cara menyanyi
          “anak tersayang ayah ada disini !” jawabku
          “caca marica hehe caca marica heheh …” bernyanyi bersama
Aku merasa sebagai anak yang paling bahagia didunia ini. Walaupun, kita orang miskin tapi ayah sayang sekali sama aku dan aku-pun juga begitu.
Saat kami berjalan tiba – tiba      “broooooooooookkkkkkkkk”
Aku dan ayah terperangah melihat ada seorang wanita cantik yang tergeletak tak berdaya karena ditabrak oleh abang becak yang lalu lalang di tikungan kompleks. Ternyata , wanita itu adalah ibu guru yang mengajar di sekolah mewah tadi. Tanpa disangka – sangka jiwa Pahlawan ayahku muncul, ia bergegas lari meninggalkanku menuju ke ibu guru tadi.
***
Perlahan-lahan dua buah kelopak mata sang guru itu terbuka. Dengan mimik  wajah bingung ia terbangun dari tidur pulasnya. Dia bertanya-tanya dengan seseorang laki-laki tua yang gagah  berparas bijaksana berkalung stetoskop dengan seragam putihnya. Lalu lelaki tua itu menunjuk kearah aku dan ayah. Aku tak tahu apa yang telah mereka bicarakan tetapi yang kudengar guru itu terus mengucapkan “terimakasih”. Layaknya seperti gadis kecil biasanya, aku tak paham apa yang orang dewasa itu bicarakan. Aku hanya bisa memberikan senyuman kepada guru cantik itu. Lalu guru itu membawa aku dalam dekapannya dan ia membisikkan sesuatu kepadaku.
“terimakasih ya gadis kecil. nama ibu Kasih. nama kamu siapa nak?” lalu aku melepaskan diri dari dekapannya itu dan berkata,
 “aku Karunia bu”. Kami semua larut dalam canda tawa.

Setiap hari aku selalu datang menjenguk bu Kasih. ia itu sosok perempuan yang sangat baik, dewasa, sayang dengan aku. Pokoknya sifat dia mencerminkan namanya yang indah itu. Dia juga mengajarkan aku pelajaran. ia selalu memberi aku motivasi yang baik untuk aku agar aku lebih giat lagi belajar.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, akhirnya bu Kasih diizinkan oleh Dokter pulang setelah 3 hari menginap dirumah sakit.
“kemarin itu seperti masuk penjara saja” kata bu Kasih pelan.
Saat tiba dirumahnya bu Kasih menyuruhku main di luar rumah dulu karena ia ingin bicara empat mata dengan ayah.
          “ada apa bu? sepertinya ada yang ingin anda bicarakan” Tanya ayah khawatir
          “masalah Karunia pak.”
          “emang ada apa dengan anak saya bu?” ayah mulai khawatir
          “apa bapak tak ingin menyekolahkan Karunia pak, ia anak yang cerdas tak sepatutnya ia mendapatkan perlakuan seperti itu pak?”
Suasana menjadi tegang. Ayah tak bisa berkata sepatah kata apapun. Tapi tiba-tiba emosinya memuncak tangan mengepal begitu kuatnya dan menghantamkannya pada sebuah meja kayu didepan mereka berdua. “bbrrrrrrrooookkkk !”
Bu guru itu hanya bisa termenung kaget melihat kelakuan ayah.
          “lebih baik anda tak usah urusin hidup kami. Urus saja hidup anda sendiri. Bukan berarti selama 3 hari anda dan anak saya bersama anda bisa mengatur hidup kita !” jawab ayah lantang dengan wajah memerah dan langsung bergegas pergi meninggalkan bu guru itu sambil mencengkram tanganku erat. Aku hanya menangis kesakitan. Aku tak tahu apa yang terjadi dengan orang dewasa itu.
Setelah sampai dirumah aku memberanikan bertanya kepada ayah.
          “ayah …” tanyaku polos
          “sekarang kamu tak usah bermain bersama guru itu” dengus ayah padaku
          “ada apa yah?”
          “kalau ayah bilang TIDAK berarti tidak .jangan Tanya-tanya lagi. SEKARANG MASUK KAMAR” jawab ayah dengan nada membentak
Mendengar perkataan ayah yang seperti itu aku hanya bisa termenung seperti habis meminum suatu minuman yang pahit yang dipaksakan masuk kedalam mulutku. Perlahan- lahan air dalam kelopak mataku pun tumpah. Ayah yang tadinya marah pun luluh melihat tangisanku. Dia membawa ku masuk kedalam dekapannya dalam dan begitu dalam. Aku tak tahu apa yang ia pikirkan sekarang tapi aku baru sadar kalau ia begitu menyayangiku.
          “maafkan ayah putri kecilku” pinta ayah dengan meneteskan air mata
Aku tak bisa mengatakan apapun kepada ayah, tetapi aku mencoba meyakinkan ia dengan pelukanku yang begitu erat.
Lalu ayah melepaskan dirinya dari pelukanku dan berkata
          “kamu sayang kan sama ayah” Tanya ayah dengan nada lembut
          “Nia sangat sayang sama ayah” jawabku dengan nada meyakinkan ayah
          “kalau begitu kamu jangan lagi bermain bersama bu kasih lagi ya nak” kata ayah
          dengan membengkokan jari tengah dan jari telunjukku atau lambang “kebohongan”
Lalu ayah menyuruhku kembali bekerja seperti biasa.
          “ayah, maafkan aku. Nia memang bukan anak yang baik. Nia memang jahat, tapi nia juga ingin seperti mereka bisa bersekolah, belajar, dan bisa membahagiakan ayah dan ibu” kataku dalam hati.

Saat aku membongkar-bongkar tumpukan sampah dengan kawat lancip yang sudah karatan. Ada yang menepuk pundakku.
          “nia..?” Tanya seseorang itu
          “iya” jawabku sambil membalikkan badan kearah datangnya suara itu. “ibu kasih ?”
          “iya nia. Ikut kerumah ibu yuk, kita belajar kamu mau tidak?” Tanya bu Kasih
          “pasti bu ! Nia mau kok. Tapi, nanti kalau ayah tahu gimana bu ? nia takut” jawabku polos
          “nanti biar ibu yang urus. Yang penting kamu bisa belajar dan menjadi anak yang pintar nanti pasti ayah kamu bangga.” Jawab bu Kasih dengan tegas dengan nada yang lembut.

Bu Kasih begitu sabar mengajariku semua pelajaran. katanya aku ini anak yang cerdas padahal baru belajar saja aku langsung bisa mengerti dan jelas.
          “oke nia, sampai disini dulu ya belajarnya gimana kamu sudah jelas ?” Tanya bu Kasih padaku
          “alhamdulilah bu. sudah sangat jelas” jawabku yakin
          “kenapa ayahmu tak mengizinkanmu sekolah ni?” Tanya bu Kasih lagi
          “kata ayah percuma kalau aku sekolah karena nantinya pasti tak akan berguna. ayah sudah tak punya uang lagi untuk menyekolahkanku bu” jawabku
          “tapi kalau alasannya seperti itu kenapa ayahmu begitu marah saat ibu bertanya sekolah kan ayahmu bisa menggunakan kartu gakin pasti kamu akan diizinkan sekolah ni !”
          “ohhh,, begitu ya bu. nanti biar nia yang tanya sama ayah” jawabku
Lalu aku segera pulang. Aku ingin bertanya kepada ayah, dengan beribu ketakutan didalam benakku aku memberaniakan diri dulu ibu pernah bilang “kalau kita tidak bersalah maka kita tak boleh takut” masih begitu jelas diingatanku semua petuah ibuku.
          “ Nia jangan lari-lari didalam rumah !” jawab ayah dengan lugas
          “maaf ayah J” pintaku
          “iya nak, ada apa ?” tanya ayah
          “ayah, nia ingin tanya kenapa nia tak diizinkannnnnn … sekolah ?” tanyaku terbata-bata
Ayah termenung dan wajahnya kembali memerah dengan sigap aku meraih tangan ayah dan memegangnya erat. Tetapi ayah melepaskan tanganku dengan sekuat tenaga ia pergi meninggalkanku.
“seharusnya aku tak bertanya seperti ini :’( “ kataku pelan sambil melihat langkah ayah tubuh ayah yang lunglai seperti baru bangun dari tidur pulasnya dan nyawanya belum terkumpul lagi.
Aku mengikuti langkah ayah. Ternyata ayah menuju kamarnya lalu ia mengambil bingkai foto dengan foto seorang gadis cantik dengan menggendong anak kecil dalam dekapannya. Ternyata itu adalah foto ibu dan fotoku saat aku masih bayi. Ayah melihat foto itu perlahan-lahan ia meneteskan air mata. Aku tak tahu apa yang sedang ia pikirkan tapi aku yakin pasti ia memikirkan aku. Lalu aku pergi kamarku. Perlahan-lahan kelopak mataku menutup membawanya pergi jauh dari alam sadarnya tanpa disangka-sangka ayahku masuk kedalam kamarku, ia mengelus ubun-ubunku. Air matanya pun keluar lagi begitu deras.
“nia maafkan ayah, bukannya ayah tak ingin kamu sekolah nak. Tapi, ayah takut kalau nanti kamu disakiti oleh laki-laki jahat itu nak. ia tak pernah inginkan kehadiranmu dan ibu, makanya ayah terlalu protektif denganmu …” ayah mencurahkan segala perasaan kecewannya dihadapanku tapi karena begitu lirihnya suaranya aku tak begitu jelas mendengarya.

Keesokkan harinya ayah membangunkanku dari tidur pulasku ia menyuruhku sholat. Dengan sigap aku langsung bangun dari tempat tidur kayuku yang sudah rapuh lalu menuju kamar mandi, mengambil air dari kran lalu membasuhnya ke telapak tanganku, wajah, layaknya seperti orang biasa berwudlu. Lalu kuambil kain putih yang warnanya sudah lusuh tapi masih terjaga kesuciannya. Aku melantunkan do’a – do’a dan mengerakkan seluruh tubuhku. Setelah salam aku memanjatkan do’a kepada Tuhan dan  ternyata ayah mendengar do’aku
“Ya Allah ya Tuhan-ku, aku tahu nia memang salah, nia selalu buat ayah kecewa. Nia ini bukanlah anak yang berbakti kepada ayah tapi nia ini ingin sekolah seperti teman-temanku. Nia ingin menjadi anak yang berguna bagi ayah dan ibu …”
Lalu setelah selesai sholat aku harus menjalankan aktivitasku seperti biasa. Aku melihat ada yang aneh dimata ayah. sekarang matanya sedikit bengkak dan merah layaknya orang yang susah tidur. Setelah aku menyelesaikan pekerjaanku dirumah aku segera menuju tempat biasa aku memulung yaitu di sekolah megah itu tempat bu Kasih bekerja. Saat aku akan mengintip di daun jendela kelas 3, tiba-tiba ada sesosok bayangan yang datang kearahku. Ternyata bayangan itu adalah bu Kasih ia mengetahui keberadaanku karena satpam sekolah memberitahukan hal tersebut kepadanya. Lalu bu Kasih mengajakku kedalam kelas yang saat ini sedang ia ajar (kelas 3), ia memperkenalkan aku kepada murid-muridnya yang sangat arogan itu dan akhirnya aku dipersilakan untuk bergabung dengan mereka semua dengan berat hati dan rasa malu aku mencoba memberanikan diri untuk bergabung dengan mereka. Perlahan-lahan aku mulai mengenal mereka semua dan pikiran jelekku terhadap mereka mulai sirna karena mereka itu sangat baik sekali padaku. Mereka terlihat arogan karena kurangnya kasih sayang dari orang tuanya. “Alhamdulillah ya Allah kau beri aku keluarga seperti ayah” dalam hatiku.
Sudah 5 hari aku bergabung dengan teman baruku itu. Aku sangat menyayangi mereka dan mereka pun juga menyayangiku dengan tulus, walaupun aku tak sederajat dengan mereka tapi mereka tak pernah peduli karena bu Kasih selalu menjelaskan kepada aku dan kawan-kawan baruku tentang arti sebuah persahabatan.
Saat aku melangkahkan kaki untuk segera keluar dari sekolah megah. Aku merasa jantungku berdegup lebih kencang. Aku merasa ada suatu hal yang buruk akan terjadi dalam hidupku. Dan hal itu pun benar, ternyata ayah ada dihadapanku. Ayah memerahiku dengan begitu marahnya, serasa hatiku dihantam oleh batu yang sangat besar. Hati anak yang mana yang tak miris saat seorang ayahnya memberikan cacian yang begitu tajamnya masuk dalam hatiku. Ayah menarikku dengan begitu erat menuju singgah sananya.
            “nia kamu sekarang sudah pandai berbohong !” tanya ayah lantang.
Aku hanya bisa tertunduk dengan beribu rasa ketakutan dalam benakku. Aku tak berani menunjukkan mataku kepadanya. Dan aku hanya bisa menangis.
            “ayahkan sudah bilang, ayah tak ingin kamu sekolah. Ayah itu ingin kamu bekerja saja. Ayah sudah tak punya uang nak. dan nantinya buat apa kamu sekolah, sekolah tak dapat merubah nasib kita. Hanya orang-orang yang berduit saja disana yang bisa sukses dalam pendidikan”
Aku masih terus dalam tundukanku. Aku serasa menjadi patung, tapi patung tersebut bisa mengeluarka air dari matanya.
            NIA JAWAB AYAH?” bentak ayah
Lalu aku mencoba memberanikan diri untuk menatap wajah ayahku. Tapi, tiba-tiba ada bayangan hitam yang menyelimuti mataku. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan diriku. Semuanya hilang sekejap. tiba-tiba muncul aroma yang sangat menusuk dalam hidungku. Aku mencoba lari dari bayangan hitam tersebut.
            “nia bangun ? nia maafkan ayah” tanya ayah.
            “ayaaaahhh niiiiaa dii_mana ?” tanyaku terbata-bata
            “kamu ada didalam kamarmu sendiri, tadi kamu pingsan” jawab ayah lembut
Ternyata tadi aku itu pingsan. “ya Allah kau selamatkan aku lagi” desahku lirih
            “ya sudah sekarang kamu istirahat saja. Nanti setelah kondisimu mulai membaik kita bicara lagi” kata ayah
Lalu ayah pergi meninggalkanku sendiri didalam kamar
            “padahal yang sakit hatiku tapi kenapa terasa semua tubuhku yang sakit. Rasanya mau patah”
Tanpaku sadari ternyata ayah keluar untuk bertemu dengan bu Kasih. ayah menceritakan kondisiku tadi kepadanya. Dan menceritakan juga alasannya ayah tak mengizinkan aku sekolah.
            “Pak Anto, nia juga berhak tahu apa alasan bapak tak mengizinkan dia sekolah” kata bu kasih dengan sopan.
            “tapi saya tak ingin dia khawatir bu” jawab ayah polos
            “dia itu anak yang cerdas pak. Seharusnya anda menurunkan sedikit ego anda kepadanya. Cobalah mengalah nantinya saya yakin nia akan menjadi orang yang hebat. Semangat pantang menyerahnya yang tiada tandingannya”
Hati ayah terenyuh hatinya mendengar penjelasan dari bu Kasih. lalu ayah bergegas pulang untuk menemuiku.
            “nia, dimana ?” teriak ayah
Aku langsung keget mendengar teriakan ayah. Teriakan ayah itu seperti raungan harimau yang keluar dari sarangnya untuk mencari mangsa. Aku mencoba memberanikan diri keluar dari kamar lalu menuju ke sumber teriakan ayah.
            “ada apa ayah ?” jawabku pelan
            “apa kamu masih ingin sekolah ?” tanya ayah padaku
            “tidak yah, aku tak ingin mengecewakan ayah” jawabku
            “kalau ayah mengizinkan apa kamu mau ?” tanya ayah lagi
Mendengar pernyataan ayah yang seperti itu aku tak bisa mengatakan apapun. Aku bingung akan menjawab apa.
            “kamu mau apa tidak ?” tanya ayah lagi
            “iya ayah aku mau. Nia ingin sekolah” jawabku sigap
Aku berlari menuju dekapan ayah dan memeluknya erat-erat. Aku menunjukkan rasa bahagiaku dengan pelukan eratku terhadapnya.
Keesokan harinya aku sudah tidak pergi untuk memulung lagi tetapi aku pergi untuk sekolah. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk bersekolah disekolah yang mewah itu. Sudah sekolahpun aku sangat bersyukur apalagi bisa sekolah ditempat semegah tempat itu.
Walaupun, sekarang aku sudah bersekolah tetapi aku juga masih bisa menjalankan aktivitas yang dulu biasa aku kerjakan dahulu.
Hidupku sekarang sudah mulai sedikit demi sedikit berubah. Sekarang ayah sudah tidak bekerja sebagai pemulung lagi tetapi dia sekarang sudah bekerja secara tetap disekolah tempat aku bersekolah. Aku tak pernah merasa malu dengan pekerjaan ayah.
Saat aku dan ayah pulang kerumah ada 2 orang laki-laki menggunakan jas dan 3 orang yang berpostur tegap seperti bodyguard di depan rumahku.
            “Andi ?” tanya ayah kepada salah seorang itu
            “ya Tuhan, mas Anto” seseorang yang bernama andi tersebut langsung menghampiri ayah dan memelukknya. Layaknya seperti saudara lama dan memang benar itu adalah adik kandung ayah.
            “Alhamdulillah, akhirnya kita bisa bertemu, ndi” ayah melepaskan pelukannya
            “ mas papa mas”
            “ada apa dengan papa ? aku ingin bertemu dengannya” tanya ayah pada adiknya tersebut.
            “papaaaa__ sudah meninggal” jawab om andi
Mendengar pernyataan dari om andi , mata dan wajah ayah memerah. Ayah menjatuhkan diri menuju tanah. Dia begitu sangat menyesal dengan kepergian papanya atau kakekku. Ayah menangis dan berteriak begitu kencangnya dengan sekuat tenaga ke 3 penjaga (bodyguard) itu membopong ayah menuju dalam rumah.
om Andi mengeluarkan sebuah map yang menyatakan bahwa seluruh harta warisan keluarga sekarang yang mengurus adalah 2 anak laki-lakinya tersebut, yaitu ayah dan om Andi. Orang tua dari ayah mewariskan 3 rumah, 2 tanah,2 perusahaan, 3 mobil Mercedes bens & bmw dan masih banyak lagi harta warisan untuk mereka berdua. Mendengangar pernyataan surat warisan tersebut ayah langsung bersimpuh ditanah mengucapkan syukur akan karunia yang terindah yang diberikan oleh Tuhan, walau dengan berat hati menerima kepergian papanya. Ayah menyesali segala perbuatan yang telah dia lakukan dulu dengan sang papanya.
            “maafkan segala kesalahanku pa. aku berburuk sangka kalau papa itu orang yang jahat. Semoga engkau tenang disana” pinta ayah dalam untaian do’anya.

Sekarang aku dan ayah lagi tidak perlu susah-susah memulung lagi, tak perlu membersihkan halaman sekolah, tak perlu pinjam uang ketetangga, tak perlu susah-susah mencari uang untuk sekolah dan keperluan lainnya.
Dan hal yang terindah dalam hidupku aku bisa bersekolah dan bisa berteman dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan ras & direndahkan oleh orang lain lagi.

0 komentar:

Posting Komentar